Memperingati Hari Gizi Nasional ke-61 di tahun 2021, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengangkat tema “Remaja Sehat Bebas Anemia”. Dilansir dari Buku Panduan Kegiatan HGN yang dirilis oleh Kemenkes, tema ini diambil dengan latar belakang bahwa masalah gizi di usia remaja akan berdampak pada kerentanan terhadap penyakit di usia dewasa salah satunya anemia. Anemia adalah gangguan darah yang paling banyak terjadi, dimana sel darah merah mengalami gangguan yang membuat oksigen tidak menyebar ke seluruh tubuh. Selain itu, anemia dapat diakibatkan oleh berbagai penyebab seperti kekurangan asam folat, vitamin B12, vitamin A, dan zat besi. Penyakit ini umumnya diderita oleh orang-orang lanjut usia, tapi bisa juga diderita oleh remaja. Anemia pada remaja rentan menyerang remaja perempuan, hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan yang cepat dan kekurangan zat besi akibat menstruasi.
Selain itu salah satu penyebab terjadinya anemia pada remaja perempuan adalah diet yang tidak seimbang atau tidak tepat. Adanya pola pikir ‘cantik harus kurus’ yang berkembang di masyarakat membuat banyak remaja perempuan melakukan diet tanpa banyak mencari informasi tentang kesehatan terlebih dahulu. Anemia akibat diet yang tidak seimbang terjadi saat tubuh tidak menyerap nutrisi yang cukup dari nutrien tertentu. Remaja perempuan yang melakukan diet banyak mengonsumsi makanan nabati yang mengandung sedikit zat besi dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan zat besi tidak terpenuhi dan asupan gizinya tidak seimbang. Gizi dan zat besi yang tidak terpenuhi tersebut disebabkan karena kebanyakan remaja putri berpikir, diet hanyalah soal mengurangi makanan. Padahal, untuk mengurangi konsumsi makanan ada takarannya sesuai kebutuhan dan usia, bukan semua jenis makanan harus dikurangi. Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengamati gejala anemia sejak dini.
Beberapa gejala anemia pada remaja yang bisa diperhatikan adalah sebagai berikut:
- Sering sakit kepala
- Sulit berkonsentrasi
- Detak jantung cepat, disertai dengan sesak nafas
- Tangan dan kaki bengkak
- Pusing hingga pingsan
- Kehilangan tenaga, keletihan, dan tubuh melemah
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2012, tercatat ada 162 juta balita stunting dan 58 persen dari jumlah tersebut berada di Asia. Akibat kurangnya asupan gizi saat hamil dan lahir, gangguan pertumbuhan berupa tinggi badan anak lebih pendek (kerdil) dari standar usianya pun banyak ditemukan pada anak Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, menunjukkan bahwa persentase ibu hamil yang mengalami anemia sebanyak 48,9%. Jumlah tersebut naik dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2013, yaitu 37,1%. Sedangkan prevelansi stunting sebesar 30,8%. Selanjutnya pada riset lebih lanjut yang dirilis tahun 2019, angka tersebut turun sebesar 3,1% menjadi 27,67%. Meskipun begitu, angka tersebut masih belum mencapai standar WHO untuk stunting yang berada di 20%.
Antara stunting dan anemia memang menjadi rantai. Artinya, selain terkena stunting, anak dari ibu anemia juga berisiko lebih besar untuk terkena anemia. Ketika si anak yang anemia ini sudah tumbuh dewasa dan menjadi seorang ibu, lahirlah lagi anak yang stunting dan kondisi anemia lainnya. Anemia pada ibu hamil akan mengganggu pasokan nutrisi yang dibutuhkan janin pada proses perkembangannya. Akibatnya, bayi yang lahir akan berisiko mengalami berat badan rendah sekaligus meningkatkan risiko kematian pada bayi. Maka dari itu, rentannya remaja perempuan terhadap anemia wajib mendapat perhatian lebih dari pihak-pihak yang terkait.
Stunting di Indonesia memang tercatat masih berada diatas ambang batas yang ditetapkan WHO, di Kabupaten Pamekasan sendiri jumlah balita stunting pada hasil Bulan Timbang Agustus 2020 menunjukkan angka beragam seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.
No |
Puskesmas |
Jumlah Balita Diukur |
Balita Stunting |
|
Jumlah |
Persentase (dalam %) |
|||
1. |
Tlanakan |
2977 |
826 |
27,75 |
2. |
Bandaran |
1468 |
248 |
16,89 |
3. |
Pademawu |
1961 |
258 |
13,16 |
4. |
Sopaah |
2577 |
619 |
24,02 |
5. |
Galis |
1704 |
105 |
6,16 |
6. |
Larangan |
1600 |
100 |
6,25 |
7. |
Talang |
727 |
234 |
32,19 |
8. |
Teja |
2095 |
395 |
18,85 |
9. |
Kowel |
1637 |
200 |
12,22 |
10. |
Proppo |
2132 |
614 |
28,80 |
11. |
Panaguan |
2123 |
653 |
30,76 |
12. |
Palengaan |
3600 |
397 |
11,03 |
13. |
Pegantenan |
2664 |
599 |
22,48 |
14. |
Bulangan Haji |
1578 |
139 |
8,81 |
15. |
Kadur |
2128 |
635 |
29,84 |
16. |
Pakong |
2196 |
71 |
3,23 |
17. |
Waru |
1770 |
108 |
6,10 |
18. |
Tampojung Pregi |
1302 |
259 |
19,89 |
19. |
Batumarmar |
6077 |
665 |
10,94 |
20. |
Pasean |
3253 |
381 |
11,71 |
Tabel 1: Daftar Puskesmas di Pamekasan beserta angka balita stunting, Agustus 2020
Sesuai tabel diatas, persentase tertinggi ada di Puskesmas Talang, terhitung ada 32,19% balita stunting dari jumlah 727 balita yang diukur. Puskesmas Panaguan menghitung adanya 30,76% balita stunting dari 2132 balita yang diukur. Sedangkan di Puskesmas Kadur ada 29,84% balita yang stunting dari 2128 balita yang diukur. Angka-angka tersebut menunjukkan angka stunting yang cukup tinggi di Pamekasan. Namun, ada juga Puskesmas yang memiliki persentase rendah dalam penghitungan balita stunting. Ada 3,23% balita stunting dari 2196 balita yang dihitung di Puskesmas Pakong, 6,10% balita stunting dari 1770 balita yang diukur di Puskesmas Waru, 6,16% dari 1704 balita yang diukur di Puskesmas Galis, dan 6,25% dari 1600 balita diukur di Puskesmas Larangan. Puskesmas Batumarmar adalah yang paling banyak mengukur balita, yakni hingga 6077 balita dan mendapat hasil bahwa 10,94% diantaranya adalah balita stunting.
Anemia sebagai salah satu alasan penyumbang stunting bisa diwaspadai sejak dini, terutama sejak remaja. Anemia yang terjadi dapat dicegah dengan memastikan apabila makanan yang dikonsumsi seimbang. Pastikan seluruh makanan yang dikonsumsi mengandung banyak zat besi agar anemia dapat diatasi. Sumber zat besi yang baik untuk dikonsumsi adalah daging merah, kuning telur, sayuran hijau, kacang-kacangan, hingga kismis. Sebaiknya konsumsi juga buah atau makanan yang kaya akan vitamin C yang berguna untuk penyerapan zat besi pada tubuh. Hal yang paling penting adalah memastikan vitamin C terus tercukupi setiap harinya sesuai dengan kebutuhan usia.